Belajar Skill Bola

Tugas kita bukanlah untuk berhasil Melainkan Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil

Recent Posts

Responsive Ads Here

adnow

loading...

Sunday, February 15, 2015

Falsafah Pelatih

Falsafah Menjadi Seorang Pelatih Sepakbola

Menarik sekali ketika kita membahasa falsafah atau dasar/fondasi dari pemikiran kita, saya pernah membaca buku karangan bapa Harsono dalam bukunya yang berjudul coaching beliau menjelaskan Falsafah seorang pelatih dan memberikan pertanyaan kepada pembaca. Mengapa anda ingin menjadi seorang pelatih?? Apa yang akan anda daptakan dari menjadi seorang pelatih?? Apakah anda siap berjuang dan berkorban untuk waktu dan tenaga anda??? Pertanyaan yang  tentunya harus bisa anda jawab.....
Mengutip pernyataan beliau " seseorang yang lebih memilih mengumpulkan kekayaan daripada membuat hubungan yang baik dengan sesamanya" kata-kata ini simple namun penuh makna didalamnya, keteika seseorang lebih memilih mencari-cari dan menumpukan kekayaan dari pada harus membuat atau menjalin hubungan yang baik dengan sesamnya, zaman sekrang ini banyak orang yang materialistis, mereka mencari kekayaan entah itu dengan jalan yang halal ataupun haram tanpa memperdulikan keadaan atau dampak yang nanti ditimbulkan, maka dari itu mari kita luruskan falasafah hidup kita dengan lebih menjalin dulu hubungan dengan sesama manusia barulah dengan mencari kekayaan.

comeback to philosophy of life, setiap orang memiliki tujuan  menjadi seorang pelatih itu berbeda=beda. ada yang menjadi pelatih ingin diakui atau dipandang  oleh masyarakat sekitar, ada yang ingin mengembangkan atau mengamalkan ilmu pengetahuannya agar berguna bagi oranglain, ada yang ingin mencari kekayaan, ada yang ingin mensukseskan atletnya karena ketika atletnya sukses dia merasa puas. 


Aspek-aspek falsafah dan etika coaching adalah saling berhubungan, yang keduanya mengacu kepada system nilai-nilai seseorang, sikap, kepercayaan (belief), dan prinsip-prinsip yang menuntun (guide) perilaku orang sebagaii pelatih (Harsono:1988).

1. Motivasi menjadi pelatih.

Motivasi memilih karier menjadi pelatih tentu saja setiap orang tidak sama, ada yang memilih karier menjadi pelatih atas dasar ia ingin mengamalkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya kepada orang lain, atau ada juga yang beranggap dengan menjadi pelatih ia bisa mendapat kepuasan setelah atlet didikannya memperlihatkan peningkatan prestasi. Namun selain itu ada juga yang beranggapan dengan menjadi pelatih ia akan memperoleh kekuasaan, seperti halnya memperoleh status dan pengakuan dimasyarakat. Ada pula yang memang senang mengasuh anak-anak muda dan senang akan keterlibatan yang terus menerus dalam sensasi stress dan sensasi pertandingan. Dan tidak sedikit pula yang menjadikan keahlian melatihnya semata-mata sebagai sumber hidupnya.

2. Harapan orang dari seorang pelatih.

Dalam setiap profesi musti ada kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh anggotanya. Demikian pula dalam profesi melatih. Ada seperangkat ketentuan dan kewajiban moral yang harus kita patuhi, yaitu berperilaku dan berkiprah sesuai dengan norma-norma, tujuan-tujuan, serta cita-cita tinggi dari profesi tersebut. Perangkat ketentuan-ketentuan tersebut biasanya dituangkan di dalam kode etik pelatih.

Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam pendapatnya dan tingkah lakunya dalam melaksanakan tugasnya sebagai coach dan dalam membina atletnya-atletnya untuk memperkembangkan secara optimal kesehatan fisik, mental, spiritual, dan sosialnya. Di samping itu tugasnya adalah juga untuk memperkembangkan keterampilan motorik dan prestasi atlet, perilaku etis, moral yang baik, kepribadian, dan respek terhadap orang lain.

Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam watak luhurnya, pertimbangan-pertimbangan intelektualnya, sportivitasnya, dan sifat-sifat demokratisnya.

Coach harus pula dapat memberikan bimbingan agar atlet-atletnya bisa berdikari dalam hidupnya kelak dan menjadi warga negara yang baik. Itu semua adalah (dan seharusnya) merupakan tanggungjawab seorang pemimpin olahraga, dan dengan sendirinya juga yang diharapkan dari seorang pelatih. (Harsono:1988).

3. Dilema pelatih

Karena sering kali kurang memperlihatkan pentingnya tujuan berolahraga ini, dan selalu merasa bahwa kepintaran coachingnya senantiasa dinilai oleh masyarakat dengan menang kalahnya atlet-atletnya dalam pertandingan, maka mereka seringkali lupa akan tugas-tugas moral dan tujuan-tujuan yang murni dari olahraga. Oleh karena itu sering kali pelatih mengahalalkan segala macam cara untuk bisa memenangkan pertandingan. Hal negatif inilah yang serring kali menyebabkan olahraga menjadi suatu aktivitas komersial dan bukan lagi sesuatu yang menyenangkan dan yang dapat dinikmati.

No comments:

Post a Comment